
Masuknya agama Hindu Budha
1) Masuknya agama Hindu yang pertama di Jawa
Terdapat tiga petunjuk untuk mengapresiasi bagaimana persentuhan tradisi Jawa dengan hindu atau India.
a) Asal usul suku bangsa Jawa yang dijelaskan oleh C. C. Berg dalam bentuk legenda tentang seseorang bernama Aji Saka. Legenda ini menjadi simbolisme atau lambang yang dipergunakan oleh nenek moyang orang Jawa untuk memudahkan ingatan perhitungan awal tarikh Jawa, yaitu tarikh saka. Hitungan ini diawali dengan runtuhnya kepercayaan animisme karena masuknya pengaruh Hindu di Jawa.
b) Penafsiran indianisasi yang lain, ayan kurang bersifat historis diberikan naskah Jawa abad 16, Tantu Panggelaran yang merupakan sejenis buku pertapaan-pertapaan Hindu di Jawa. Tulisan ini menjelaskan tentang asal mula Bhatara Guru (Siva) yang pergi ke Gunung Dieng untuk bersemedi dan meminta kepada Brahma dan Wisnu supaya Pulau Jawa diberi penghuni.
c) Kelanjutan dari teori mutasi perlu dicatat bahwa banyak nama tempat di Pulau Jawa yang berasal dari bahasa Sanskerta, yang membuktikan adanya kehendak untuk menciptakan kembali geografi India yang dianggap keramat itu.
Agama Hindu berkembang di India pada ± tahun 1500 SM. Ada beberapa teori masuknya agama Hindu Budha ke Indonesia, diantaranya:
1) Teori Brahmana
Di kemukakan oleh J.C Van Leur. Menurutnya para Brahmana sangat berperan dalam penyebaran agaman Hindu di Indonesia. Para Brahmana diundang oleh penguasa nusantara untuk menobatkan raja, memimpin upacara-upacara keagamaan, dan mengajarkan ilmu pengetahuan.
2) Teori Ksatria
Dikemukakan oleh C.C Berg. Menurutnya agama Hindu disebarkan oleh para prajurit perang yang kalah dan melakukan migrasi ke nusantara.
3) Teori Waisya
Dikemukakan oleh N.J Krom. Menurutnya agama Hindu disebarkan oleh para pedagang yang datang ke nusantara.
4) Teori Arus Balik
Dikemukakan oleh F.D.K Bosch. Menurutnya agama Hindu Budha dibawa oleh para pemuda yang khusus belajar agama di India dan kemudian pulang untuk disebarkan di nusantara.
Pada zaman ini hidup keagamaan orang Hindu didasarkan atas Kitab-kitab yang disebut: Weda Samhita, yang berarti pengumpulan Weda. Kata Weda berarti: pengetauan (wid = tahu). Menurut tradisi Hindu kitab-kitab ini adalah buah ciptaan Dewa Brahmana sendiri. Isinya diwahyukan Dewa Brahmana para pendetaana kepada para rsi atau pendeta dalam bentuk mantera-mantera, yang kemudian disusun sebagai pujian-pujian oleh para rsi tadi sebagai pernyataan rasa hatinya.[6] Kitab Weda dibagi menjadi 4 bagian atau pengumpulan (samhita), yaitu:
a. Rg Weda, yang berisi mantera-mantera dalam bentuk puji-pujian yang dipergunakan untuk mengundang para dewa, agar berkenaan hadir pada upacara-upacara korban yang diadakan badi mereka. Imam-imam atau pendeta yang mengajiakan pujian-pujian ini disebut Hotr.
b. Sama-Weda, yang isinya hamper seluruhnya diambil ari Rg-Weda, kecuali beberapa nyanyian. Perbedaannya dengan Rg-Weda ialah, bahwa pujian-pujian disini diberi lagu (Sama = lagu) Imam atau pendeta yang menyanyikan Sama-Weda disebut Ugdatr. Menyanyikannya pada waktu korban dilakukan
c. Yajur-Weda, yang berisi yajus atau rapal, diucapkan oleh imam atau pendata yang disebut Adwaryu, yaitu pada saat ia melaksanakan upacara korban. Rapal-rapal itu bukan dipakai untuk memuja para dewa, melainkan untuk merubah korban-korban menjadi makanan dewa. Dengan perantaraan rapal-rapai itu alat-alat korban serta bahan-bahan yang dikorbankan dipindahkan kea lam kedewataan, dihubungkan dengan para dewa, dengan maksut supaya korban tadi dapt diterima. Dapat dikatakan, bahwa dengan rapal-rapal itu sebenarnya para dewata dipaksa untuk memenuhikeinginan yangberkorban. Dengan rapal-rapal itu mereka mencoba mempengaruhi para dewa, yaitu dengan berulang-ulang menyebut nama mereka.
d. Atharwa-Weda, yangberisi mantera-mantera sakti. Mantera-mantera ini dihubungkan dengan bagian hidup keagamaan yang rendah, sebagai yang tampak didalam sihir dan tenung. Isi sihir-sihir tadi dimaksudkan untuk menyembuhkan orang-orang sakit, mengusir roh jahat, mencelakakan musuh dan sebagainya. Upacaranya bukan dihubungkan dengan korban, melainkan dengan upacara-upacara dirumah.
Di samping kitab Weda, umat Hindu juga memiliki kitab suci lainnya yaitu:
a. .Kitab Brahmana, berisi ajaran tentang hal-hal sesaji.
b. Kitab Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.
Agama Hindu menganut polytheisme (menyembah banyak dewa), diantaranya Trimurti atau “Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi” yaitu:
1. .Dewa Brahmana, sebagai dewa pencipta
2. Dewa Wisnu, sebagai dewa pemelihara danpelindung
3. Dewa Siwa, sebagai dewa perusak
Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa Indra pembawa hujan yang sangat penting untuk pertanian, serta Dewa Agni (api) yang berguna untuk memasak dan upacara-upacara keagamaan.
Menurut agama Hindu masyarakat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau kasta yang disebut Caturwarna yaitu:
1. Kasta Brahmana, terdiri dari para pendeta.
2. Kasta Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, danbangsawan.
3. Kasta Waisya, terdiri dari para pedagang, danburuh menengah.
4. Kasta Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil,dan budak.
Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan paria atau candala, yaitu orang di luar kasta yang telah melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya, Benares sebagai tempat bersemayamnya Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya dapat mensucikan dosa umat Hindu, sehingga bisa mencapai pincak nirwana.
Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:
a. Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):
Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.
b. Prasasti Porong (Jawa Tengah)
Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.
2) Masuknya agama Budha
Agama Budha diajarkan oleh Sidharta Gautama pada tahun ± 531 SM. Ayahnya seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya bernma Dewi Maya.
Kitab suci agama Buddha yaitu Tripittaka artinya “Tiga Keranjang” yang ditulis dengan bahasa Poli. Adapun yang dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah:
1. Winaya Pitaka, yang berisi peraturan-peraturan untuk mengatur tata tertib sangha atau jemaat, hidup sehari-hari para bhiksu atau bhikku ( rahib ) dan sebagainya
2. Sutra Pitaka, yang berisi dharma (dhamma)
3. Abhidamma Pitaka, yang berisi ajaran yang lebih mendalam mengenai hakikat dan tujuan hidup manusia, ilmu atau pengetahuan yang membawa kepada kelepasan dan lain sebagainya.
Selain dari pengelompokkan kitab tersebut diatas, kitab-kitab agama Budha dapat juga dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Kitab-kitab Sutra , ialah kitab-kitab yang dipandang sebagai ucapan oleh Budha sendiri, sekalipun kita-kitab itu ditulis berabad-abad sesudah wafat sang Budha.
2. Sastra, ialah uraian-uraian ditulis oleh para orang-orang tokoh ternama. Uraian-uraian itu biasanya disusun secara sistematis. Diantaranya ada yang ditulis oleh Nagarjuna dan Wasubandhu.
Dharma ialah doktrin atau pokok ajaran.[7] Inti ajaran agama Budha dirumuskan didalam yang disebut: empat kebenaran yang mulia atau empat aryasatyani, yaitu ajaran yang diajarkan Budha Gautama di Benares ia mendapat pencerahan.
Aryasatyani terdiri dari empat kata, yaitu:
1. Dukha, ialah penderitaan
2. Samudaya, ialah sebab
3. Nirodha, ialah pemadaman
4. Marga, ialah jalan kelepasan
Pokok ajaran Budha Gautama ialah, bahwa hidup adalah menderita.
Pemeluk Buddha wajib melaksanakan Tri Dharma atau“Tiga Kebaktian” yaitu:
1. Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.
2. Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaranBuddha.
Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha. Disamping itu agar orang dapat mencapai nirwana harus mengikuti 8 (delapan) jalan kebenaran atau Astavidha yaitu:
1. Pandangan yang benar.
2. Niat yang benar.
3. Perkataan yang benar.
4. Perbuatan yang benar.
5. Penghidupan yang benar.
6. Usaha yang benar.
7. Perhatian yang benar.
8. Bersemedi yang benar.
Karena munculnya berbagai penafsiran dari ajaran Budha, akhirnya menumbuhkan dua aliran dalam agama Budha, yaitu:
1. Buddha Hinayana, yaitu setiap orang dapatmencapai nirwana atas usahanya sendiri.
2. Buddha Mahayana, yaitu orang dapat mencapainirwana dengan usaha bersama dan salingmembantu.
Pemeluk Buddha juga memiliki tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat yaitu :
1. Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.
2. Bodh Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedidan memperoleh Bodhi.
3. Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddhamengajarkan ajarannya pertama kali.
4. Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha
3) Kepercayaan Jawa pada masa Hidu-Budha
Kakawin sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular berisikan pesan keagamaan Yan digubah dari boddhakawya sehingga berkesan bahwa dia adalah seorang boddha, yang memuja istadewata atau Adhi-Budha.[8] Masyarakat Jawa mempunyai toleransi keagamaan yang sangat besar. Walaupun Siwa dan Budha adalah dua substansi yang berlainan, tetapi tidak mungkin keduanya dipisahkan. Dalam praktek keagamaannya, seorang pengikut agama Siwa ataupun Budha haruslah mengetahui kedua jalan atau yoga. Artinya seorang pendeta Budha akan gagal kalau tidak mengetahui jalan kesiwaan, begitupula sebaliknya. Karena jalan yang harus dilalaui untuk menyembah Hyang Agung adalah seperti jalan menuju puncak gunung yang dapat dicapai dari segenap penjuru. Agama Hindu Budha di Jawa ternyata lebih rukun antara satu dengan yang lain daripada di India.
4) Budaya Jawa pada Masa Hindu-Budha
Pada dasarnya budaya dimasa Hindu-Budha merupakan manifestasi kepercayaan Jawa Hindu-Budha sejak datangnya Hindu-Budha di tanah Jawa. Kegiatan tersebut berupa upacara, yang masih dapat dilihat keberadaannya hingga sekarang. Upaca tersebut pada intinya untuk menjaga keseimbangan antara desa dan mikrokosmos, serta menghindari goncangan yang dapat mengakibatkanturunnya kesejahteraan materiil.
Masyarakat Jawa pada masa Hindu terbagi menjadi tiga, yaitu :
Terdiri dari kaum agamawan Hindu dan Budha yang memiliki tanah bebas pajak
Keluarga raja yang berkuasa atas para raka (penguasa) lokal dengan bantuan kaum agamawan
Masyarakat desa biasa yang dipungut pajak oleh raja dengan perantaraan mangilala drwya aji atau pemanen pajak
0 Response to "Masuknya agama Hindu Budha di Jawa - Makalah Gratis Pustaka Pintar"
Post a Comment