
Budaya Masyarakat Jawa Pra Hindu Budha
Masyarakat jawa merupakan satu
kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi
maupun agama. Hal ini dapat dilihat pada ciri-ciri masyarakat jawa secara
kekerabatan.
Yang disebut orang jawa adalah orang
yang bahasa ibunya adalah bahasa jawa yang sebenarnya itu. Jadi orang Jawa
adalah penduduk asli bagian tengah dan timur Pulau Jawa yang berbahasa Jawa.[1]
Orang Jawa terdiri dari 2 golongan social: (1) wong cilik (orang kecil),
terdiri dari sebagian besar massa petani dan mereka yang berpendapatan rendah
di kota, dan (2) kaum priyayi dimana termasuk kaum pegawai dan orang –
orang intelektual.[2]
Kecuali itu masih ada kelompok ketiga yang kecil tapi tetap mempunyai prestise
yang tidak cukup tinggi, yaitu kaum ningrat (ndara), yang dalam gaya
hidup dan pandangan dunia, mereka tidak begitu berbeda dari kaum priyayi.
Semboyan saiyeg saka paya
atau gotong oyong merupakan rangkaian hidup tolong menolong sesama warga.
Kebudayaan yang mereka bangun adalah hasil adaptasi dari alam sehingga dapat
meletakkan fondasi patembayan yang kuat dan mendasar.[3]
Sebelum kita mempelajari tentang kepercayaan animisme dan dinamisme, terlebih
dahulu kita harus mengetahui apa perbedaan antara agama dan kepercayaan.
Ø Agama
adalah suatu ajaran yang menuntun umat manusia kedalam jalan kebenaran. Untuk
dapat disebut sebagai agama harus memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Menuntun umatnya agar memiliki kepercayaan terhadap Tuhan
yang Maha Esa
2. Memiliki guru besar atau disebut juga Nabi.
3. Memiliki suatu ajaran bagaimana untuk menuju jalan
kebenaran.
4. Memiliki umat yang mengakui kebenaran ajarannya.
5. Tidak akan pudar karena waktu atau dapat dibuktikan
kebenarannya karena waktu.
Ø Kepercayaan
adalah suatu perasaan atau keyakinan bahwa apa yang diyakini tersebut adalah
benar. Kepercayaan memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki Obyek.
2. Bersifat Subyektif atau Penilaian diri sendiri.
3. Bersifat tidak tetap.
1. Kepercayaan Animisme Jawa
Ciri masyarakat jawa lainnya adalah berketuhanan. Jawa sejak
masa prasejarah telah memiliki kepercayaan Animisme, yaitu suatu kepercayaan
tentang adanya roh atau jiwa pada benda – benda, tumbuh – tumbuhan, hewan dan
juga pada manusia. Kepercayaan seperti itu adalah agama mereka yang pertama.
Semua yang bergerak dianggap hidup dan memiliki kekuatan gaib / roh yang
berwatak baik maupun buruk. Mereka menyembah kepercayaannya itu dengan jalan
mengadakan upacara yang disertai dengan sesaji.[4]
Pertama, pelaksanaan upacara dilakukan oleh masyarakat Jawa
adalah agar keluarga mereka terlindung dari roh yang jahat. Mereka maminta
berkah pada roh, dan meminta pada roh jahat agar mengganggunya. Mereka membuat
beberapa monumen yang terbuat dari batu-batu besar yang kurang halus
pengerjaannya sebagai tempat pemujaan untuk memuja nenek moyang, serta menolak
perbuatan hantu yang jahat.
Kedua, tindakan keagamaan lainnya sebagai sisa peninggalan
zaman animisme adalah pemberian sesaji atau sesajen kanggo asing mbahureksa,
mbahe, atau danyang yang berdiam di pohon-pohon beringin atau pohon
besar dan telah berumur tua, disendang-sendang atau beliak, tempat mata
air, dikuburan-kuburan tuadari tokoh terkenal pada masa lampau atau tempat
lainnya yang dianggap keramat dan mengandung kekuatan gaib atau angker dan wingit
atau berbahaya.
Ketiga, penanggalan Jawa yang memiliki keanekaragaman waktu
yang dikodifikasikan olehnya. Sistem penanggalan hari yang pada pokoknya
berlandaskan pada paduan tiga pekan, asing-masingnya disebut pancawarna
atau pasaran, sadrawa, dan saptawara. Nama-nama hari pancawarna
dan sadwara semuanya berasal dari Jawa, yaitu paing, pon , wage, kliwon,
dan legi. Nama hari sadwara adalah tungle, ariang, wurukung, paing rong, uwas,
dan mawulu.
Pada waktu-waktu tertentu dipasang sesajen
supaya roh-roh itu berkenan kepadanya maka yang terdiri dari sekedar makanan
kecil dan bunga, dalam rumah, dikebun dan dipinggir sawah.
Ritus religious dalam masyarakat
Jawa adalah slametan. Slametan, suatu upacara makan yang terdiri atas sesajian,
makanan simbolik, sambutan resmi, dan doa, adalah peristiwa yang sangat sederhana
kalau kita menggunakan patokan kula dan potlatch; akan
tetapi upacara ini setara dalam tatanan dan kepadatan simboliknya.[5]
Bagi orang Jawa upacara keagamaan berkaitan dengan selamatan
:
a) Berkaitan dengan lingkaran hidup seperti :
Ø Selamatan
bagi wanita hamil (kehamilan bulan keempat dan kehamilan bulai ketujuh)
Ø Selamatan
bayi menurut hari kelahirannya
Ø Upacara
Tedhak Siten ( bilamana si anak telah mencapai umur tujuh Lapan yaitu 7x35
hari)
Ø Tetesan
dan Khitanan
Ø Ruwatan
Ø Mencari
hari baik untuk pindah rumah
b) Berkaitan dengan hari/bulan besar Islam
c) Berkaitan dengan kehidupan desa seperti bersih desa, masa
tanam,
d) Berkaitan dengan kematian seseorang
• Hari Geblak ( hari
meninggalnya)
• Hari Ketiga (telung dinane)
• Hari Ketujuh
• Hari keempat puluh
• Hari keseratus
• Mendhak sepisan (satu tahun
setelah meninggal)
• Mendhak kepindo (dua tahun
sesudah meninggal)
•
Mendhak telu / nyewu (tiga tahun sesudah meninggal / hari keseribu)
Slametan terdiri dari sekedar makan bersama menurut suatu cara atau ritus yang pasti. Semua tetangga lelaki dekat harus diundang. Diatas nasi yang berbentuk kerucut (nasi tumpeng) diucapkan berkat oleh modin, kemudian hadirin menyantap beberapa suap nasi, lalu sisanya dibawa kerumah supaya istri dan anakpun memperoleh bagiannya. Slametan dapat dimengerti sebagai ritus pemulihan keadaan slamet. Selametan mengangkat adanya kerukunan dan keselarasan, dan demikian keadaan ketentraman masyarakat dibaharui dan kekuatan-kekuatan yang berbahaya dinetralisasikan. Sekalius, karena doa yang diucapkan, roh-roh local dimasukan dalam lingkup slametan dan mereka senang mencium sari makanan itu.
2.
Kepercayaan Dinamisme Jawa
Dalam Ensiklopedi umum, dijumpai
defenisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primitif yang ada pada zaman
sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga dengan nama
preanimisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai daya
dan kekuatan. Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang berada
dalam zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya.
Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang,
atau bahkan manusia sendiri.
Masyarakat Jawa mempercayai bahwa
apa yang telah mereka bangun adalah hasil dari adaptasi pergulatan dengan alam.
Kekuatan alam disadari merupakan penentuan dari kehidupan sepenuhnya.sebagai
peninggalan sisa masa lalu adalah melalukan tindakan keagamaan dengan berusaha
untuk menambah kekuatan batin agar dapat mempengaruhi kekuatan alam semesta
atau jaga gede.
Usaha ini ditempuh dengan jalan laku
prihatin atau merasakan perih Ing batin dengan cara cegah dahar
lawan guling (mencegah makan dan mngurangi tidur), mutih (hanya
makan makanan yang serba putih seperti nasi putih, minum air atau air tawar), ngasrep
(hanya makan makanan dan minum minuman yang rasanya tawar atau tanpa gula
dan garam), dan puasa pada hari-hari wewaton atau hari kelahiran.
Usaha yang paling berat adalah
melakukan pati geni, yaitu tindakan tidak makan, tidak minum dan tidak
melihat sinar apapun selama empat puluh hari empat puluh malam. Untuk menambah
kekuatan batin tersebut menggunakan benda-benda bertuah atau berkekuatan gaib
yang disebut jimat, yakni berupa keris, tombak, songsong Jerne, batu
akik, akar bahar dan kuku macan.
Penganut kepercayaan dinamisme sering meminta tolong kepada
arwah-arwah nenek moyang untuk urusan mereka, juga terhadap arwah-arwah
orang-orang yang mereka anggap besar, dan dihormati, biasanya adalah tokoh
masyarakat setempat. Mereka masih mempercayai benda-benda pusaka yang mempunyai
kekuatan gaib, seperti keris, batu hitam, batu merah, delima dan lain-lain.
Suaatu kepercayaan yang mempercayai kekuatan abstrak yang berdiam pada suatu
benda maupun tempat tertentu.
Masyarakat Jawa penganut dinamisme percaya bahwa selain
kehidupan fana ada kehidupan dunia lain yang tidak dapat dilihat secara kasat
mata. Sisi baik dari kepercayaan dinamisme jawa adalah mereka dapat memahami
konsep pluralism, sikap toleransi dan menghormati kepercayaan lain juga
keterbukaan mereka terhadap lingkungan sekitar.
Beberapa upacara tradisi para penganut dinamisme jawa yang masih rutin sampai saat ini adalah larungan, perayaan tahun baru sura, tedhak siten, ruwatan dan lain-lain. Di Kraton Yogyakarta dan Solo masih rutin diadakan upacara kirab pusaka pada tahun baru jawa sura, sedangkan upacara larungan yang paling terkenal adalah didaerah pesisir Cilacap.
Perbedaan antara kepercayaan Animisme dan Dinamisme:
Aspek |
Animisme |
Dinamisme |
Bahasa |
Anima yaitu roh |
Dunamos yaitu kekuatan atau daya |
Pengertian |
Kepercayaan kepada roh – roh nenek moyang |
Kepercayaan terhadap benda yang diyakini memiliki
kekuatan gaib |
Contoh |
Warga nias yang percaya akan tikus yang masuk
keluar rumah merupakan jelmaan wanita yang meninggal ketika melahirkan |
Ketika api mempunyai daya panas, maka ia akan
mempercayai bawasannya api lah yang dapat menolongnya ketika dingin, maka
mereka memyembahnya |
Sejarah |
Nenek moyang Indonesia hidupnya berpindah
menelusuri aliran sungai di india sampai 40 SM. Dan menetap di nusantara, tersebar
dipulau sumatera, jawa,Kalimantan dan Sulawesi, dimana nenek moyang tidak
hanya membawa barang untuk kelengkapan mereka akan tetapi mereka juga membawa
adat, tradisi, budaya ataupun kepercayaan |
Nenek moyang Indonesia hidupnya berpindah
menelusuri aliran sungai di india sampai 40 SM. Dan menetap di nusantara,
tersebar dipulau sumatera, jawa,Kalimantan dan Sulawesi, dimana nenek moyang
tidak hanya membawa barang untuk kelengkapan mereka akan tetapi mereka juga
membawa adat, tradisi, budaya ataupun kepercayaan |
0 Response to "Budaya Masyarakat Jawa Pra Hindu Budha - Makalah Gratis Putaka Pintar"
Post a Comment