![]() |
ilustrasi islam di jawa |
I. PENDAHULUAN
Dilihat dari sudut geografis, sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, mayoritas masyarakat Jawa menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Islam datang dan menyebar di Jawa melalui sembilan pendakwah yang tergabung dalam suatu dewan yang disebut Walisongo. Dalam menjelaskan sejarah masuknya Islam di Jawa banyak beberapa kesulitan yang ditemukan diantaranya adalah kurangnya bukti-bukti otentik yang dapat dipercaya yang menunjukkan tentang masuknya Islam di Jawa.
Proses masuknya agama Islam ke Jawa menurut para sarjana dan peneliti sepakat bahwa Islam itu berjalan secara damai, meskipun ada juga penggunaan kekuatan oleh penguasa Indonesia untuk menguasai rakyat atau masyarakat. Secara umum, mereka menerima Islam tanpa meninggalkan kepercayaan dan praktek keagamaan yang lama. Hal ini sering dilakukan oleh juru dakwah di Jawa yaitu Walisongo. Mereka mengajarkan Islam dalam bentuk kompromi dengan kepercayaan-kepercayaan setempat.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Jawa?
2. Apa saja bukti masuknya Islam di jawa?
3. Siapa tokoh pembawa Islam di Jawa?
III. PEMBAHASAN
A. Sejarah masuknya Islam di Jawa
Sebelum islam masuk ke tanah Jawa, mayoritas masyarakat Jawa menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Selain menganut aliran tersebut, masyarakat juga sudah dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha yang berasal dari india. Seiring dengan berjalannya waktu, islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik.
B. Bukti masuknya Islam di Jawa
Masuknya Islam di Jawa sampai sekarang masih menimbulkan hasil telaah yang sangat beragam. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Jawa sebagaimana Islam datang ke Sumatra, yang diyakini abad pertama Hijriah atau abad ke tujuh Masehi. Pendapat ini di perkuat oleh Hamka, dengan alasan adanya berita Cina yang mengisahkan kedatangan utusan raja Ta Cheh kepada ratu Sima. Peristiwa itu terjadi pada saat Muawiyah melaksanakan pembangunan kembali armada Islam.
Adapun bukti-bukti Islam di Jawa antara lain :
1. Makam
Bukti sejarah yang paling faktual adalah ditemukannya Batu Nisan kubur Fatimah Binti Maemun di Leran Gresik pada tahun 475 H ( 1082 M ). Pada batu nisan itu tercantum prasasti berhuruf dan berbahasa arab, yang menyatakan bahwa makam itu adalah makam Fatimah Binti Maemun bin Hibatullah yang meninggal pada tanggal 7 Rajab 475 H bertepatan dengan tanggal 1 Desember 1082 M. Selain itu, dikampung Gapuro kota Gresik juga terdapat makam kuno, yaitu makam Malik Ibrahim yang meninggal pada tanggal 12 Rabiul Awal 822 H, bertepatan dengan 8 April 1419.
Sementara itu, Ricklefs dalam uraiannya mengatakan bahwa serangkaian batu nisan yang sangat penting ditemukan di kuburan-kuburan Jawa Timur, yaitu di Trowulan dan Troloyo, didekat situs istana Majapahit yang bersifat Hindu-Budha. Batu-batu ini menunjukkan makam orang-orang muslim, tetapi lebih banyak menggunakan angka tahun Saka India dengan angka-angka Jawa Kuno daripada tahun Hijriah Islam dengan angka-angka arab. Tarikh Saka dipakai oleh istana-istana Jawa dari zaman Jawa kuno hingga tahun 1633 M. Batu Nisan yang pertama ditemukan di Trowulan memuat angka tahun Saka 1290 (1368-1369 M ) dan di Troloyo memuat angka tahun yang berkisar 1298 Saka sampai 1533 Saka ( 1376-1611 ).
2. Masjid
Sumber sejarah dalam bentuk arkeologi yang berupa bangunan masjid juga banyak ditemukan di Jawa. Berdirinya sebuah masjid disuatu wilayah akan memberikan petunjuk adanya komunitas muslim diwilayah tersebut. Masjid menjadi tempat utama tidak saja dalam beribadah kepada Tuhan, tetapi berfungsi juga sebagai Islamic Center. Untuk menyebutkan masjid pertama di Jawa memang membutuhkan penelitian tersendiri, salah satu contohnya adalah masjid Demak. Namun, kalau kita lihat dari corak arsitekturnya, masjid-masjid di Jawa pada umumnya beratap tumpang, berdengah persegi, berukuran relatif besar, terdiri atas ruang utama pawestren-serambi, mempunyai ruang mihrab, ada tempat mengambil air wudlu, ada kolam didepan serambi dan mempunyai pagar keliling.
Selain itu, didalam bangunan masjid terdapat beberapa kelengkapan tergantung pada jenis masjidnya, antara lain : mimbar, maqsuro, bedug dan kentongan. Masjid-masjid kuno di Jawa tidak banyak mempunyai ornamentasi, kecuali pada mimbarnya.
3. Ragam Hias
Dengan diterimanya ajaran Islam sebagai penuntun hidup yang baru di Jawa, lahirlah beberapa ragam hias baru, yaitu kaligrafi dan stiliran. Epitaph pada beberapa nisan kubur Troloyo menunjukkan adanya kesalahan-kesalahan penulisan tanda vokal dan bentuk huruf arab yang tidak mengalir dengan luwes. Prasasti berhuruf arab pada makam Fatimah binti Maemun yang jauh lebih tua justru menampakkan segi keindahannya dan dapat di golongkan ke dalam huruf arab.
Selain munculnya ornamentasi dengan menggunakan huruf-huruf arab, muncul pula ragam hias baru yaitu stiliran atau penggayaan terhadap ragam hias binatang. Dalam ragam hias baru ini binatang sebagai motif utama digayakan dengan menggunakanragam hias tumbuhan sedemikian rupa sehingga seringkali untuk mengidentifikannya harus dilakukan dengan pengamatan yang cermat. Contoh-contoh antara lain: pada sebagian panil relief di mantingan, Gapura B di Sendangduwur.
4. Tata Kota
Dalam masa Islam, di Jawa muncul kota-kota baru diwilayah pantai dan pedalaman, contohnya adalah Demak, Cirebon, Banten, Pajang dan Kota Gede. Kota-kota ini ada yang masih hidup dan ada pula yang sudah mati atau berbekas lagi. Akan tetapi, dari data arkeologi yang terkumpul dapat diketahui komponen utama kota-kota tersebut yaitu kraton, alun-alun, masjid agung, pasar, pemukiman penduduk, pemakaman serta sarana pertahanan keamanan.
Dari data arkeologi diatas masih dapat disebutkan suatu candi. Di daerah Porong Jawa Timur terdapat sebuah Candi Peri yang menurut Soekmono memiliki keganjilan karena bercorak cempa. Namun, candi ini merupakan peninggalan jaman Majapahit yang Hindu.
C. Tokoh pembawa Islam di Jawa
Pada abad ke 14, Walisongo dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa. Mereka tinggal ditiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya, Gresik, Lamongan di Jawa Timur, Demak, Kudus, Muria di Jawa Tengah dan Cirebon di Jawa Timur. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan Kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Banyak tokoh lain yang bersangkutan, namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa dan juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibangdingkan yang lain.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo yaitu :
Pendapat pertama Walisongo adalah wali yang terdiri atas sembilan orang, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan atau sanga dalam bahasa Jawa.
Pendapat kedua menyebutkan kata songo atau sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa arab berarti mulia.
Pendapat ketiga menyebutkan bahwa Walisongo adalah sebuah Majelis Dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).
Pada umumnya Walisongo terdiri atas sembilan orang yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang terkenal, diantaranya adalah :
1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke 22 dari Nabi Muhammad. Beliau disebut juga sebagai sunan Gresik atau Sunan Tandhes atau Mursyid Akbar Thariqat Walisongo. Ia lahir di Samarkand Asia Tengah, pada paruh awal abad ke 14. Maulana Malik Ibrahim mempunyai tiga istri yaitu : Pertama, Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan 1), memiliki dua anak yang bernama Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah. Kedua, Siti Maryam binti Syaikh Subakir, memiliki empat anak yang bernama Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur dan Ahmad. Ketiga, Wan Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, memiliki dua anak yang bernama Abbas dan Yusuf.
Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat dari golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Ia berusaha menarik hati masyarakat yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondok tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Maulana Malik Ibrahim wafat dan di makamkan di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
2. Sunan Ampel
Sunan Ampel adalah keturunan ke 22 dari Nabi Muhammad. Beliau bernama asli Raden Rahmat, menurut riwayat Ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorag putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir dari dinasti Ming. Sunan Ampel mempunyai dua istri yaitu, Pertama Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila putri Adipati Tuban yang bernama Arya Teja memiliki enam anak yang bernama Sunan Bonang, Siti Syari’ah, Sunan Derajat, Sunna Sedayu, Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Kedua, Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning memiliki lima anak yang bernama Dewi Murtasiyah, Asyiqah, Raden Husamuddin (Sunan Lamongan, Raden Zainal Abidin (Sunan Demak), Pangeran Tumapel dan Raden Faqih.
Sunan Ampel pada umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Ia mempunyai pesantren yang terletak di Ampel Denta, Surabaya dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Sunan Ampel dimakamkan didekat Masjid Ampel, Surabaya.
3. Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah keturunan ke 23 dari Nabi Muhammad. Beliau adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri Adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa adalah dengan memasukkan rebab dan bonang yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang, namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525.
4. Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah keturunan ke 23 dari Nabi Muhammad. Beliau adalah putra Sunan Ampeldengan Nyai Ageng Manila, putri Adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat dan menekankan kedermawanan, kerja keras dan peningkatan kemakmuran masyarakat sebagai pengalaman dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat pangkur adalah ciptaannya dan Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat pada tahun 1522.
5. Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah keturunan ke 24 dari Nabi Muhammad. Beliau putra dari Sunan Ngundang atau Raden Usman Haji dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel.
Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang sangat besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah dikalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Diantara yang pernah menjadi muridnya adalah Sunan Prawoto penguasa Demak dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalan yang terkenal adalah Masjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.
6. Sunan Giri
Sunan Giri adalah keturunan ke 23 dari Nabi Muhammad. Beliau putra dari Maulana Ishaq dan merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan di Giri Kedaton, Gresik yang berperan sebagai pusat dakwah Islam diwilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunan dari Sunan Giri yang terkenal adalah Sunan Giri Prapen yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima.
7. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra dari Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir) dan murid Sunan Bonang. Beliau mempunyai tiga istri yaitu, pertama Dewi Saroh binti Maulana Ishaq. Kedua, Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar. Ketiga, Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah seperti kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya.
8. Sunan Muria
Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengah Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus.
9. Sunan Gunung Djati
Sunan Gunung Djati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudia menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.
IV. KESIMPULAN
Dalam pembahasan diatas, dapat kami simpulkan bahwa sejarah masuknya Islam di Jawa sangat di pengaruhi oleh sembilan pendakwah yang disebut Walisongo. Dalam menyampaikan dakwahnya ke sembilan Walisongo ini mempunyai metode yang berbeda-beda. Proses masuknya Islam di Jawa menurut para ahli banyak kesulitan yaitu kurangnya bukti-bukti otentik yang dapat dipercaya yang menunjukkan tentang masuknya Islam di Jawa.
Dari segi alur pengislaman di Jawa, generasi muslim yang kemudian berperan besar sebagai tokoh penyebar Islam yang sangat berjasa adalah rombongan Raden Rahmat dari Cempa. Masyarakat Jawa pada waktu itu mayoritas masih menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Seiring dengan berkembangnya waktu dan ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah masyarakat mulai menerima ajaran agama Islam.
V. PENUTUP
Sekian makalah yang dapat kami persembahkan, kami sadar bahwa masih banyak kakurangan dalam pembuatan makalah ini, kritik yang bersifat membangun demi ksempurnaan makalah ini, sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca semua amin, terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Bintangbinfa.wordpress.com/2013/12/13/Sejarah Awal Agama Islam Masuk di Jawa.html.
Anasom, Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta:GAMA MEDIA, 2000.
Sejarah.Kompasiana.com/2012/06/16/Bukti Masuknya Islam di Jawa.465099.html.
Saripedia.wordpress.com/tag/Sejarah Masuknya Islam ke Tanah Jawa.html.
0 Response to "Makalah Islam Budaya Jawa : Sejarah Masuknya Islam di Jawa - makalah gratis pustaka pintar"
Post a Comment