![]() |
Makalah Masuknya Islam dan Pengaruhnya Di Jawa - Makalah Gratis Pustaka Pintar |
I. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Jawa?
B. Apa bukti bahwa Islam telah masuk di Jawa?
C. Siapa sajakah tokoh-tokoh pembawa Islam di
Jawa?
D. Bagaimana Islam disampaikan di Jawa?
E. Apa pengaruh masuknya Islam di Jawa?
II. PEMBAHASAN
A.
Sejarah Masuknya Islam di
Jawa
Masuknya islam di jawa sampai sekarang masih menimbulkan hasil
telaah yang sangat beragam. Ada yang mengatakan islam masuk ke Jawa sebagaimana
Islam datang ke Sumatra, yang diyakini abad pertama Hijriyah atau abad ke-7
Masehi. Setidaknya pendapat ini disokong oleh Hamka, dengan alasan adanya
berita Cina yang mengisahkan kedatangan urusan raja Ta Cheh kepada ratu sima.
Adapun Raja Ta Cheh, menurut Hamka adalah Raja Arab, dan khalifah saat itu
adalah Muawiyah bin Abi Sufyan. Peristiwa itu terjadi pada saat Muawiyah
melaksanakan pembangunan kembali armada Islam. Ruben Levy menyatakan bahwa
jumlah kapal yang dimiliki oleh Muawiyah pada 34 Hatau 654/655 Madalah sekitar
5000 buah. Tentu armada kapal ini berfungsi pula untuk melindungi armada
niaganya. Oleh karena itu, tidaklah mustahil pada tahun 674 M Muawiyah dapat mengirimkan
dutanya ke kalingga[1].
Kisah Cempa berhubungan dengan orang-orang suci yang
telah menyebarkan agama Islam di Surabaya dann Gresik. Konon mereka berasal
dari dari cempa. Dalam sejarah dalem nama-nama mereka ialah sayid Ngali Murtala
dan Sayid Ngali Rahmad, dan konon kedua orang ini mempunyai saudara sepupu
namanya Abu Hurairah. Menurut Dr.Rouffouur da Dr. Cowan menyatan bahwa Campa
atau Jeumpa atau Pasai adalah sama[2].
Selanjutnya dalam kitab tembang babat Demak bahwa
istri Kartawijaya Campa yang bernama Ratu Darawati beragana islam mempunyai
saudara Raden Rahmat. Kemudian beliau diijinkan untuk mendirikan
pesantren di desa Ampel. Kemudian beliau dijiluki Sunan Ampel. Sunan Ampel
mempunyai 4 putri yaitu Nyai Ageng Maloka yang menjadi isteri Raden Fatah,
Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Masih Munat (Sunan Derajat), dan puterinya yang
bernama Siti Khafsah yang menjadi istri Sunan Kalijaga. Ini hasil pernikahannya
dengan dengan putri Tuban, Nyai ageng Manila, yang merupakan anak dari Aria
Teja, bupati Tuban. Disini dapat disimpulkan bahwa penyebaran agama Islam di
Jawa yang kemudian dapat mendirikan kerajaan Bintara adalah dipimpn oleh para
bangsawan Tuban dan ampel[3].
Ada
empat teori mengenai kapan masuknya Islam ke Jawa, yaitu:
1.
Teori Gujarat
Teori
berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Jawa pada abad 13 dan pembawanya
berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a.
Kurangnya fakta yang
menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Jawa
b.
Hubungan dagang Indonesia
dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah –
Eropa.
c.
Adanya batu nisan
Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas
Gujarat.
Pendukung
teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke.
Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat
timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai.
Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang
pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di
Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam
dari India yang menyebarkan ajaran Islam.
2.
Teori Makkah
Teori
ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama
yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Jawa
pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini
adalah:
a.
Pada abad ke 7 yaitu tahun
674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab); dengan
pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak
abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b.
Kerajaan Samudra Pasai
menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada
waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut
mazhab Hanafi.
c.
Raja-raja Samudra Pasai
menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. Pendukung
teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang
mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam,
jadi masuknya ke Jawa terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan
besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
3. Teori
Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk
ke Jawa abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini
adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Jawa
seperti:
a.
Peringatan 10 Muharram atau
Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di
junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Jawa ditandai dengan pembuatan
bubur Syuro.
b.
Kesamaan ajaran Sufi
yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c.
Penggunaan istilah bahasa
Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi Harakat.
d.
Ditemukannya makam Maulana
Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e.
Adanya perkampungan
Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori
ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. HusseinJayadiningrat.
4.
Teori China
Para
pedagang dan angkatan laut China, mengenalkan Islam di pantai dan
pedalaman Jawa, dengan bukti antar lain :
a.
Gedung Batu di semarang
(masjid gaya China).
b. Beberapa makam China muslim.
c.
Beberapa wali yang
dimungkinkan keturunan China.
Dari
Keempat teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan
kelemahan. Maka, berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam
masuk ke Jawa dengan jalan damai pada abad ke – 7 (teori Makkah/ teori Arab)
dan mengalami perkembangan pada abad ke - 13. Sebagai pemegang peranan dalam
penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia, Gujarat (India), dan
Cina.
B.
Bukti bahwa Islam telah
masuk di Jawa
- Bentuk Bangunan
Masuknya
islam di Jawa
sampai sekarang masih menimbulkan hasil telaah yang sangat beragam. Dalam
bentuk artefak terdapat bukti-bukti dalam bentuk makam, batu nisan , masjid,
ragam hias dan tata kota.
1. Makam.
Bukti sejarah yang paling factual ditemukannya
Batu nisan kubur Fatimah binti Maemun di Leran Gresik yang berangka tahun
475 H (1082M), pada nisan makam itu tercantum prasasti berhuruf dan berbahasa
arab.
Serangkaian batu nisan yang sangat penting
ditemukan di kuburan-kuburan Jawa Timur, batu-batu itu menunjukkan makam
orang-orang muslim. Berdasarkan rumitnya hiasan yang terdapat pada beberapa
batu nisan dan lokasinya yang dekat dengan situs ibu kota Majapahit, batu-batu
Jawa Timur tersebut member kesan bahwa beberapa orang anggota kaum elite jawa
memeluk islam pada masa kerajaan Majapahit yang beragama hindu-budha, selain
itu batu-batu nisan tersebut merupakan bukti paling kuno yang masih ada
tentang penduduk jawa yang beragama islam.
2.
Masjid.
Sumber sejarah dalam arkeologi yang
berupa bangunan masjid juga banyak ditemukan di jawa masjid memberikan petunjuk
adanya komunitas muslim di wilayah tersebut masjid dikalangan orang islam
berfungsi sebagai Islamic center sebagai contoh masjid Demak, selain itu
didalam bangunan masjid terdapat beberapa kelengkapan tergantung pada jenis
masjidnya antara lain : mimbar, maqsuro, beduk, kentongan. Tentang menara
masjid kuno di Jawa justru tidak memilikinya.
3.
Ragam Hias
Dengan diterimanya ajaran islam sebagai
penuntun hidup yang baru di Jawa, beberapa ragam hias baru, yaitu kaligrafi,
stiliran. Epitaph pada beberapa nisan kubur troloyo menunjukkan adanya
kesalahan penulisan dan bentuk huruf arab yang tidak mengalir dengan
luwes.Selain munculnya ornament dengan menggunakan huruf-huruf arab, mencul
pula ragam hias baru, yaitu stiliran / atau pengayaan terhadap ragam hias binatang.
Dalam ragam hias baru ini binatang sebagai motif utama digayakan dengan
menggunakan ragam hias tumbuhan sedemikian rupa sehingga sering kali untuk
mengidentifikasikannya harus dilakukan pengamatan secara cermat contoh bagian
panil relief di Mantingan Gapura B di Sendangduwur.[4]
- Bentuk Karya Seni
Peninggalan Islam dapat juga kita
temui dalam bentuk karya seni seperti seni ukir, seni
pahat, seni pertunjukan, seni lukis, dan seni sastra. Seni ukir dan seni pahat
ini dapat dijumpai pada masjid-masjid di Jepara. Seni pertunjukan berupa rebana
dan tarian, misalnya tarian Seudati. Pada seni aksara, terdapat tulisan berupa
huruf arab-melayu, yaitu tulisan arab yang tidak memakai tanda (harakat, biasa
disebut arab gundul).
Salah satu peninggalan Islam yang cukup menarik dalam
seni tulis ialah
kaligrafi.Kaligrafi adalah menggambar dengan menggunakan huruf-huruf arab. Kaligrafi dapat ditemukan
pada makam Malik As-Saleh dari Samudra Pasai.
(1)
Karya
sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim
menghasilkan beberapa karya sastra antara lain
berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab..
(2)
Syair banyak
dihasilkan oleh penyair Islam, Hamzah Fansuri. Karyanya yang terkenal adalah
Syair Dagang, Syair Perahu, Syair Si Burung Pangi, dan Syair Si Dang Fakir.
Syair-syair sejarah peninggalan Islam antara lain Syair Kompeni Walanda, Syair
Perang Banjarmasin, dan Syair Himop. Syair-syair fiksi antara lain Syair Ikan
Terumbuk dan Syair Ken Tambunan.
(3)
Hikayat adalah
karya sastra yang berisi cerita atau dongeng yang sering dikaitkan dengan tokoh
sejarah. Peninggalan Islam berupa hikayat antara lain, Hikayat Raja Raja Pasai,
Hikayat Si Miskin (Hikayat Marakarma), Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Amir
Hamzah, Hikayat Hang Tuah, dan Hikayat Jauhar Manikam.
(4)
Suluk adalah
kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Peninggalan Islam berupa suluk
antara lain Suluk Wujil, Suluk Sunan Bonang, Suluk Sukarsa, Suluk Syarab al
Asyiqin, dan Suluk Malang Sumirang.
(5)
Babad adalah
cerita sejarah tetapi banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang
tidak masuk akal. Peninggalan Islam berupa babad antara lain Babad Tanah
Jawi, Babad Sejarah Melayu (Salawat Ussalatin), Babad Raja-Raja Riau, Babad
Demak, Babad Cirebon, Babad Gianti.
Adapun kitab-kitab peninggalan Islam
antara lain Kitab Manik Maya, Us-Salatin Kitab Sasana-Sunu, Kitab Nitisastra,
Kitab Nitisruti, serta Sastra Gending karya Sultan Agung.
C.
Tokoh-tokoh Pembawa Islam
di Jawa
Diantara para tokoh dalam kajian islam di jawa ini adalah
salah satunya yang seperti kita ketahui yaitu WALISONGO atau sembilan
wali.Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama islam di tanah
jawa pada abad ke 15 dan 16. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai
utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur,
Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.[5]
a) Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-11
dari Husain bin
Ali. Ia disebut juga Sunan Gresik, Syekh Maghribi, atau
terkadang Makhdum Ibrahim As-Samarqandy. Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada
paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi
versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa
terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek
Bantal.
b) Sunan Ampel atau Raden Ahmad
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-12
dari Husain bin Ali, menurut riwayat adalah putra Maulana Malik Ibrahim dan seorang putri Champa.
Ia disebutkan masih berkerabat dengan salah seorang istri atau selir dari Brawijaya
raja Majapahit. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh
oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah
satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Nyai Ageng
Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang dan Sunan Kudus
adalah anak-anaknya, sedangkan Sunan Drajat adalah cucunya. Makam Sunan Ampel
teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya
c). Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan
keturunan ke-13 dari Husain bin
Ali. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila,
putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui
kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan
sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih
sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan
memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan
dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het
Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan
karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang
diperkirakan wafat pada tahun 1525.[6]
d). Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah adik
dari Sunan Bonang. Sunan Kudus adalah keturunan ke-14 dari Husain bin Ali.
Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang dan hakim
peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi
Jawa. Diantara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu
peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya
bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun
1550.
e). Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan
dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri
Kedaton,
Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai
pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke
kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri
Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima.
f). Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama
Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan
Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah,
antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk.
Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap
sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah
dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.
g). Sunan Muria
Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan
Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Sujinah,
putri Sunan Ngudung.
h). Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah
putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu,
ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai
Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung
Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang
sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang
bernama Maulana
Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan
agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.
i). Sunan Drajat
Semasa muda ia dikenal sebagai Raden Qasim, Qasim atau Kasim.
Masih banyak nama lain yang disandangnya diberbagai naskah kuno. Seperti sunan
Mahmud, Sunan Mayang Madu Sunan Maryapada, Raden Imam. Ia adlah anak Sunan
Ampel. Diperkirakan Sunan Drajat lahir pada tahun 1470 M.
D.
Cara
Penyampaian/Jalur Yang di Tempuh
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan
peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia
justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena
memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat
256:Artinya: Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S. al-Baqarah ayat 256).
Adapun cara masuknya Islam di Indonesia
melalui beberapa cara antara lain:
1. Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan
karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab.
Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan
kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang
Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga
mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka
berdagang sambil menyiarkan agama Islam.
2. Kultural
Artinya
penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan,
sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan
Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit,
mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan
pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari
masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri
menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran,
ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3. Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam
pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam
diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang
yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran
pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti
Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai
sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali
penyebaran Islam di seluruh Indonesia.
4. Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat
dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat
dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya
di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang
sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh
Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam
melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya
negara nasional Indonesia dimasa mendatang.[7]
5. Jalur Kesenian
Diantara kesenian yang paling terkenal adalah wayang. Jalur ini dilakukan oleh
Sunan Kalijaga. Beliau adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang.
Para penonton dibimbing untuk mengucapkan syahadat. Sebagian cerita wayang
dipetik dari Mahabarata dan Ramayana.[8]
E.
Pengaruh Islam di Jawa
Jawanisasai Islam atau Islamisasi
Jawa kedua istilah ini saling mempengaruhi, “Islam” sebagai agama yang
datang belakangan, jelas telah mempengaruhi kehidupan orang Jawa. Dan ” Jawa”
juga mempengaruhi kIslaman orang Jawa. Adanya pengaruh memepengaruhi ini
menyebabkan lahirnya genre Islam yang khas (Islam lokal, Islam
Jawa dam sebagainya). Sebagai contoh, Kedatangan Islam di Tanah Jawa
membawa bermacam-macam produk budaya dari pusat penyebaran Islam, di
antaranya adalah sistem penanggalan yang dikenal dengan kalender Hijriyah. Pada
tahun 1633, Sultan Agung Hanyakrakusuma Senapati ing Alaga Sayidin Panatagama
Khalifatullah ing Tanah Jawa (1613-1645) dari Mataram Islam secara resmi
menggunakan kalender dengan sebutan Tahun Jawa. Tahun Jawa mendasarkan
perhitungannya mengikuti kalender Hijriyah (lunar) namun tahunnya meneruskan
Tahun Caka. Hal ini mulai berlaku sejak hari Jumat Legi tanggal 1 Muharram 1043
H atau 1 Sura 1555 Tahun Çaka (Jawa) di seluruh wilayah Jawa dan Madura
(kecuali Banten). Inilah keunikan tahun Jawa, hasil akulturasi kalender Hijriyah
dan Caka.
Selanjutnya menggabungkan Islam dengan
budaya Jawa dalam hal ini melaksanakan syari’at Islam dengan kemasan
budaya Jawa, misalnya berbakti kepada orang tua adalah wajib. Dalam
melaksanakan syari’at ini masyarakat Jawa biasanya menggunakan media sungkem.[9]
Aspek – aspek Jawa yang dipengaruhi Islam, diantaranya
:
a.
Kekuasaan politik : Raja
bergelar susuhunan dan Sultan mengangkat diri sebagai sayidina panata gama
b.
Budaya / religi :
ritual selamatan, tahlilan, dan sebagainya
c.
Arsitektur masjid, yang
mirip dengan bangunan Cand
0 Response to "Makalah Masuknya Islam dan Pengaruhnya Di Jawa - Makalah Gratis Pustaka Pintar"
Post a Comment