Terapi Berpusat Pada
Klien (Client-Centered Therapy)
Terapi yang berpusat pada klien (client-centered)
sering pula disebut sebagai terapi teori diri (self theory), terapi
non-direktif, dan terapi Rogerian. Carl R. Roger dipandang sebagai pelopor dan tokoh
terapi ini. Menurut Roger konseling dan psikoterapi tidak mempunyai perbedaan.
1. Konsep Pokok
Pendekatan terapi “client-centered”
atau yang berpusat pada klien menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan
isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang
mendasari adalah menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self),
aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan. Menurut Roger
konstruk inti terapi berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep
menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri. Dikatakan bahwa konsep diri atau
struktur diri dapat dipandanag sebagai konfigurasi persepsi yang
terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran. Hal itu terdiri dari atas
unsur-unsur persepsi terhadap karakteristik dan kecakapan seseorang, pengamatan
dan konsep diri dalam hubungan dengan orang lain dan lingkungan, kualitas nilai
yang dipandang sebagai pertautan dengan pengalaman dan obyek, dan tujuan serta
cita-cita yang dipandang mempunyai kekuatan positif dan negatif. Diri (self)
merupakan atribut yang dipelajari yang membentuk gambaran diri individu
sendiri.
Dalam hubungannya dengan konsep aktualisasi
diri, Roger mendefinisikan kecendrungan mewujud sebagai satu kecenderungan yang
melekat dalam organisme untuk mengembangkan kapasitasnya dalam cara-cara yang
dapat menjamin untuk memelihara atau meningkatkan organisme. Dengan aktualisasi
diri berarti bahwa manusia terdorong oleh dorongan pokok yaitu mengembangkan
diri dan mewujudkan potensinya.
Orang yang dikatakan sehat adalah yang dirinya
dapat berkembang penuh (the fully functioning self), dan dapat mengalami
proses hidupnya tanpa hambatan. Individu terdorong untuk menjadi dirinya
sendiri. Adapun individu yang mencapai “fully functioning”ditandai
dengan (1) terbuka pada pengalaman, (2) menghidupi setiap peristiwa
secara penuh, dan (3) mempercayai pertimbangan dan pemilihan sendiri.
2. Proses Terapi
Terapi yang berpusat pada klien memusatkan
pada pengalaman individual. Dalam proses disorganisasi dan reorgnisasi diri,
terapi berupaya untuk meminimalkan rasa diri terancam dan memaksimalkan serta
menopang eksplorasi diri. Perubahan dalam perilaku datang melalui pemanfaatan
potensi individu untuk menilai perasaan yang mengarah kepada pertumbuhan.
Melalui penerimaan terhadap klien, terapis membantunya untuk menyatakan,
mengkaji, dan memadukan, pengalaman-pengalaman sebelumnya ke dalam konsep diri.
Dengan redifinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan dari dan menerima
orang lain dan menjadi orang yang lebih berkembang penuh.
Tujuan terapi adalah menciptakan suasana yang
kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal hambatan
pertumbuhannya dan dapat mengalami aspek dari sebelumnya terganggu. Di samping
itu terapi bertujuan membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan,
kepercayaan yang lebih besar kepada dirinya, keinginan untuk menjadi pribadi,
dan meningkatkan spontanitas hidup. Klien dikatakan sudah sembuh apabila: (1)
kepribadiannya terintegrasi, dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya
atas tanggung jawab diri, memiliki gambaran diri yang serasi dengan pengalaman
sendiri, (2) mempunyai tilikan diri, dalam arti memandang fakta yang lama
dengan pandangan baru, (3) mengenal dan menerima diri sendiri sebagaimana
adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan, (4) dapat memilih dan menentukan
tujuan hidup atas tanggung jawab sendiri.
3. Kritik dan kontribusi
Beberapa kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain:
a. Terlalu menekankan pada aspek afektif,
emosional, perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi melupakan faktor
intelektif, kognitif, dan rasional.
b. Penggunaan informasi untuk membantu klien,
tidak sesuai dengan teori.
c. Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan
diri, dirasa terlalu luas, umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai
setiap individu.
d. Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan
terapi kadang-kadang dibuat tergantung lokasi terapis dan klien.
e. Meskipun terbukti bahwa terapi client-centered diakui
efektif tetapi bukti-bukti tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang
berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
f. Sulit bagi terapis untuk benar-benar bersifat
netral dalam situasi hubungan interpersonal.
Kontribusi yang diberikan antara lain, dalam hal:
a. Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis
dalam proses terapi.
b. Identifikasi dan penekanan hubungan terapi
sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
c. Lebih menekankan pada sikap terapis daripada
teknik.
d. Memberikan kemungkinan untuk melakukan
penelitian dan penemuan kuantitatif.
e. Penekanan emosi, perasaan dan afektif dalam
proses terapi.
Sumber:
Surya, Prof. DR. H. Mohamad. (2003). Teori-teori
Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Pendekatan humanistic
1. PENGERTIAN
Pendekatan humanistik
menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap diri manusia adalah unik, memiliki
potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan
perilakunya. Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu
dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka
hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Dalam kaitan itu maka setiap
diri manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan
berkembang mencapai aktualisasi diri. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kebutuhan
manusia adalah bertingkat-tingkat, terdiri dari tingkatan atau kebutuhan
keamanan, pengakuan dan aktualisasi diri.
Kerangka Berfikir tujuan
belajar menurut teori ini adalah memanusiakan manusia artinya perilaku tiap
orang ditentukan oleh orang itu sendiri dan memahami manusia terhadap
lingkungan dan dirinya sendiri. Menurut para pendidik aliran ini penyusunan
dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan
perhatian siswa. Tujuan utama pendidik adalah membantu siswa mengembangkan
dirinya yaitu membantu individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia
yang unik dan membantu mewujudkan potensi mereka.
Para ahli humanistic
melihat adanya dua bagian pada proses belajar yaitu :
a. proses
pemerolehan informasi baru
b. personalisasi
informasi ini pada individu.
Menurut Teori humanistik,
tujuan proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori
belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,
bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah
membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Pendidikan yang
humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah
bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan
antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Relasi ini berkembang
dengan pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh
cintakasih antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan
relatif tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang penuh cinta
(unconditional love), hati yang penuh pengertian (understanding heart) serta
relasi pribadi yang efektif (personal relationship).
Dalam mendidik seseorang
kita hendaknya mampu menerima diri sebagaimana adanya dan kemudian
mengungkapkannya secara jujur (modeling). Mendidik tidak sekedar mentransfer
ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta didik, namun
merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuh kembangkan dirinya
secara optimal.
Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampun seseorang menghadirkan diri sedemikian sehingga pendidik memiliki relasi bermakna pendidikan dengan para peserta didik sehingga mereka mampu menumbuh kembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan matang.
Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampun seseorang menghadirkan diri sedemikian sehingga pendidik memiliki relasi bermakna pendidikan dengan para peserta didik sehingga mereka mampu menumbuh kembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan matang.
Pendidikan yang efektif
adalah yang berpusat pada siswa atau pendidikan bagisiswa. Dasar pendidikannya adalah apa yang
menjadi “dunia”, minat, dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik. Pendidik
membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktikkan
kemampuan-kemampuan yang mereka miliki (the learners-centered teaching). Ciri
utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa pendidik menghormati,
menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya. Komunikasi dan relasi yang
efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan yang berpusat pada siswa,
sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang efektif, peserta didik
akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya dan kemudian mem-
“fungsi” -kan dirinya di dalam masyarakat secara optimal.
Tujuan sejati dari
pendidikan seharusnya adalah pertumbuhan dan perkembangan diri peserta didik
secara utuh sehingga mereka menjadi pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu
menghadapi berbagai masalah dan konflik dalam kehidupan sehari-hari. Agar
tujuan ini dapat tercapai maka diperlukan sistem pembelajaran dan pendidikan
yang humanistik serta mengembangkan cara berpikir aktif-positif dan
keterampilan yang memadai (income generating skills). Pendidikan dan
pembelajaran yang bersifat aktif-positif dan berdasarkan pada minat dan
kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh kemajuan baik dalam bidang
intelektual, emosi/perasaan (EQ), afeksi maupun keterampilan yang berguna untuk
hidup praktis. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia
muda (N. Driyarkara). Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk
bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi
(semakin “penuh” sebagai manusia), berguna dan berpengaruh di dalam
masyarakatnya, yang bertanggungjawab dan bersifat proaktif dan kooperatif.
Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang akademis,
keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau keutamaan yang
luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas, berkeahlian, namun tetap humanis.
2. ASUMSI DASAR MANUSIA
MENURUT PENDEKATAN HUMANISTIK
a. Manusia
adalah makhluk yang baik dan dapat dipercaya.
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang
baik dan berupaya menjalin hubungan yang bermakna dan konstruktif dengan orang
lain.
b. Manusia
lebih bijak daripada inteleknya
Manusia lebih bijak dari pikiran-pikiran
yang disadarinya bilamana manusia berfungsi dengan cara yang baik dan tidak
disentrif.
c. Manusia
adalah makhluk yang mengalami
Yaitu makhluk yang memikirkan, berkehendak,
merasakan dan mempertanyakan. Rogers yakin bahwa inti dari kehidupan yang
bernilai terletak dalam mengalami sebagai pribadi yang mendalam.
d. Kehidupan
ada pada saat ini, kehidupan ialah hidup sekarang
Kehidupan itu lebih dari sekedar tingkah
laku otonistik yang ditentukan oleh peristiwa masa lalu, dan nilai kehidupan
terletak pada saat sekarang, bukan pada masa lalu atau pada saat yang akan
datang.
e. Manusia
adalah makhluk yang bersifat subyektif
Tingkah laku manusia hanya dapat dipahami
berdasarkan dunia subyektifnya, yaitu bagaimana individu itu memandang diri dan
lingkungannya.
f. Hubungan
manusiawi yang mendalam merupakan salah satu kebutuhan yang terpokok manusia
Meningkatkan hubungan antar pribadi yang mendalam memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber kesejahteraan mental manusia
Meningkatkan hubungan antar pribadi yang mendalam memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber kesejahteraan mental manusia
g. Manusia
memiliki kecenderungan kearah aktualisasi
Kecenderungan manusia adalah bergerak ke
arah pertumbuhan, kesehatan, penyesuaian, sosialisasi, realisasi diri,
kebebasan dan otonomi.
3. TOKOH-TOKOH
TEORI HUMANISTIK
a. Arthur
Combs (1912-1999) Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967)
Mereka mencurahkan banyak perhatian pada
dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering
digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi
karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting
mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah
dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan
mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
b. Combs
Pendapatnya bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi
pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi dir dan
dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat
pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyaisedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu
terlupakan.
c. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa
di dalam diri individu ada dua hal :
1) suatu
usaha yang positif untuk berkembang
2) kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa
individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat
hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut
seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil
kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi
di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah
keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima
diri sendiri(self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi
tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti
kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di
atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki
kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang
harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan
dasar si siswa belum terpenuhi.
d. Carl
Rogers
Carl Rogers lahir 8
Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam
bersaudara. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu: 1) Kognitif
(kebermaknaan) 2) experiential ( pengalaman atau signifikansi) Guru
menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti
memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential
Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas
belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal,
berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada
siswa. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu: 1)
Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak
harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. 2) Siswa akan mempelajari
hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa 3)
Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. 4) Belajar yang bermakna dalam
masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia
menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang
penting diantaranya ialah :
a) Manusia
itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b) Belajar
yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c) Belajar
yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d) Tugas-tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e) Apabila
ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai
cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f) Belajar
yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g) Belajar
diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h) Belajar
inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i) Kepercayaan
terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j) Belajar
yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap
pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan
itu.
Salah satu model pendidikan terbuka
mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers
diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru
untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan
balik positif.
Pribadi sehat menurut
carl rogers diistilahkan pribadi yang berfungsi secara penuh merupakan
pribadi yang ideal dengan karakteristik seperti di bawah ini :
1. Keserasian, keserasian antara diri dan
pengalaman manusia merevisi gambaran dirinya agar serasi dengan
pengalamannya dan dilambangkan dengan tepat
2. Keterbukaan terhadap pengalaman
Bila
individu berada dalam keadaan bebas ancaman, maka ia akan terbuka terhadap
pengalamannya. Terbuka terhadap pengalaman adalah kebalikan dari sikap
mempertahankan diri. Hal ini berarati, bahwa setiap stimulus baik yang berasal
dari organisme atau dari lingkungan dapat disampaikan secara bebas melalui
sistem saraf tanpa dikaburkan atau disalurkan menggunakan defence mechanisem.
3. Penyesuaian diri secara psikologis
Penyesuaian
diri secara psikologis yang optimal akan terjadi bilamana semua pengalaman
dapat diasimilasikan pada tingkat simbolik ke dalam keseluruhan struktur diri.
4. Eksistensionalitas
Individu cenderung melihat pengalaman dalam istilah yang didiferensiasi (dipilah-pilah), menyadari adanya perbedaan ruang dan waktu, mendasarkan diri pada fakta, menilai dengan berbagai cara, menyadari tingkat-tingkat abstraksi yang berbeda, menguji kesimpulan dan abstraksi dalam realita.
Individu cenderung melihat pengalaman dalam istilah yang didiferensiasi (dipilah-pilah), menyadari adanya perbedaan ruang dan waktu, mendasarkan diri pada fakta, menilai dengan berbagai cara, menyadari tingkat-tingkat abstraksi yang berbeda, menguji kesimpulan dan abstraksi dalam realita.
5. Matang, kematangan (mature, maturity)
Individu
dikatakan menunjukkan tingkah laku yang matang bilamana ia mempersepsi diri
secara realistis, tidak defensif, menerima tanggung jawab, mengevaluasi
pengalaman berdasarkan dari penginderaannya sendiri, menerima orang lain
sebagai individu yang berbeda dari dirinya dan menghargai diri dan orang lain.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
a) Merespon
perasaan siswa
b) Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
c) Berdialog
dan berdiskusi dengan siswa
d) Menghargai
siswa
e) Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
f) Menyesuaikan
isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari
siswa)
g) Tersenyum
pada siswa
Dari penelitian itu
diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan
angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik
termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi
tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada
peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat
berpikir yang lebih tinggi.
Pembelajaran berdasarkan
teori humaristik ini cocok diterapkan untuk materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian,hati nurani,perubahan sikap,dan analisis terhadap
fenomena sosial.Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa
senang bergairah,berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola fikir,prilaku
dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas,berani,tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan,norma,disiplin / etika yang berlaku.
4. APLIKASI
TEORI HUMANISTIK
Aplikasi Teori Humanistik
Terhadap Pembelajaran Siswa Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh
atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang
diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator
bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa
berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil
belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
a. Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
b. Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif.
c. Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
d. Mendorong
siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
e. Siswa
di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang
ditunjukkan.
f. Guru
menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g. Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
h. Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
5. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN HUMANISTIK
Dari beberapa literatur
pendidikan, ditemukan beberapa model pembelajaran yang humanistik ini
yakni: humanizing of the classroom, active learning,
quantum learning, quantum teaching, dan the accelerated learning.
a. Humanizing
of the classroom
Model ini dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah yang
otoriter, tidak manusiawi, sehingga banyak menyebabkan peserta didik putus asa,
yang akhirnya mengakhiri hidupnya alias bunuh diri. Kasus
ini banyak terjadi di Amerika Serikat dan Jepang. Humanizing of the classroom
ini dicetuskan oleh John P. Miller yang terfokus pada pengembangan model
“pendidikan afektif”. Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal: menyadari
diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah,
mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan
pikiran. Perubahan yang dilakukan tidak terbatas pada substansi materi saja,
tetapi yang lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat
manusiawi.
b. Active
learning
Dicetuskan oleh Melvin L. Silberman. Asumsi dasar yang dibangun
dari model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi
otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan
keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu
aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka mempelajari
gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka
pelajari.Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan
cepat lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan
cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham,
dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh
pengetahuan dan ketrampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus
adalah dengan mengajarkan. Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan,
dan menarik. Active learning menyajikan 101 strategi pembelajaran aktif yang
dapat diterapkan hampir untuk semua materi pembelajaran.
c. Adapun quantum
learning
Merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan
inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya,
quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar dan
neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Quantum learning
mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya
secara jitu akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga
sebelumnya. Dengan metode belajar yang tepat siswa bisa meraih prestasi belajar
secara berlipat-ganda. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar
itu harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu
masuk untuk informasi baru akan lebih besar dan terekam dengan baik.
Sedang
quantum teaching berusaha mengubah suasana belajar yang monoton dan membosankan
ke dalam suasana belajar yang meriah dan gembira dengan memadukan potensi
fisik, psikis, dan emosi siswa menjadi suatu kesatuan kekuatan yang integral.
Quantum teaching berisi prinsip-prinsip sistem perancangan pengajaran yang
efektif, efisien, dan progresif berikut metode penyajiannya untuk mendapatkan
hasil belajar yang mengagumkan dengan waktu yang sedikit. Dalam prakteknya, model
pembelajaran ini bersandar pada asas utama bawalah dunia mereka ke dunia kita,
dan antarkanlah dunia kita ke dunia mereka. Pembelajaran, dengan demikian
merupakan kegiatan full content yang melibatkan semua aspek kepribadian siswa
(pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh) di samping pengetahuan, sikap, dan
keyakinan sebelumnya, serta persepsi masa mendatang. Semua ini harus dikelola
sebaik-baiknya, diselaraskan hingga mencapai harmoni (diorkestrasi).
d. The
accelerated learning
Merupakan pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar dari
pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara cepat,
menyenangkan, dan memuaskan. Pemilik konsep ini, Dave Meier menyarankan kepada
guru agar dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan Somatic, Auditory,
Visual, dan Intellectual (SAVI). Somatic dimaksudkan sebagai learning by moving
and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory adalalah learning by
talking and hearing (belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual
diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan
mengambarkan). Intellectual maksudnya adalah learning by problem solving and
reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).Bobbi
DePorter menganggap accelerated learning dapat memungkinkan siswa untuk belajar
dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal dan dibarengi
kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang sekilas tampak tidak
mempunyai persamaan, tampak tidak mempunyai persamaan, misalnya hiburan, permainan,
warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik dan kesehatan emosional. Namun
semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang
efektif.
Dalam buku diuraikan dua
model pembelajaran dalam pendekatan humanistik, yaitu: model pengawasan diri,
dan model reduksi tekanan jiwa.
a. Model
pengawasan Diri Dengan Mode-mode Perilaku : mengatur Lingkungan
Sekitar Sendiri
Model pengawasan Diri
adalah pola belajar yang diarancang untuk melatih siswa mengenal
prinsip-prinsip perilaku, melakukan pengawasan diri sendiri untuk berperilaku
yang baik. Rancangan pola belajar tersebut mengubah keadaan lingkungan sehingga
mendorong terjadinya perilaku baru yang dikehendaki.
Urutan Langkah Mengajar
Pengajaran dengan model Pengawasan Diri
mengenal empat kegiatan sebagai berikut :
a) Langkah
kesatu : guru mengenalkan bahasa tentang pengawasan diri untuk berperilaku
lebih baik.
b) Langkah
kedua : guru mengemukakan prinsip-prinsip perilaku yang baik.
c) Langkah
ketiga : guru mengajak siswa untuk membuat program pengawasan diri.
d) Langkah
keempat : guru meminta siswa untuk melaksanakan program pengawasan diri
sendiri.
Hubungan guru siswa dalam Model pengawasan
Diri tergolong moderat, yang secara berangsur mmenjadi semakin rendah. Perilaku
hubungan tersebut sebagai berikut :
a) Guru
mengemukakan aturan perilaku dalam melaksanakan program
b) Guru
meminta sisiwa melaksanakan program sendiri
c) Guru
semula melakukan pemantauan, tetapi kemudian mendorong siswa melaksanakan
pengawasan atas kegiatannya sendiri.
d) Siswa
melaksanakan penilaian atas perilaku dan programnya, dan kemudian melakukan
perbaikan atas perilaku programnya sendiri.
Pendukung Keberhasilan Belajar
a) Guru
memberanikan siswa untuk melakukan pengawasan diri atas perilaku sendiri
b) Siswa
melaksanakan program pengawasan diri sendiri
c) Siswa
berani menilai diri sendiri dan melakukan perbaikan perilakunya sendiri.
b. Model
Reduksi Tekanan Jiwa : suatu Prosedur Dasar untuk mengurangi Kegelisahan
Model Reduksi : Tekanan
jiwa adalah pola belajar mengajar yang dirancang untuk melatih siswa dapat
mengganti perilaku yang tidak cocok dengan perilaku yang baik, dapat mengurangi
kegelisahan menjadi perilaku yang menyenangkan, dan memiliki kebiasaan hidup
sehat.
Urutan Langkah Mengajar
Pengajaran dengan Model
Reduksi Tekanan Jiwa mengenal urutan langkah sebagai berikut :
a) Langkah
kesatu : guru mengenalkan program dengan cara meminta siswa untuk duduk secara
santai, sehingga merasa nyaman dan senang.
b) Langkah
kedua : menghangatkan suasanan menuju santai dengan cara menjelaskan orientasi
secara umum tentang jalannya pengajaran.
c) Langkah
ketiga : proses bersantai yang sebenarnya, guru memelihara kenyamanan, kelembutan
dan suasana harmonis.
d) Langkah
keempat : Proses mengakhiri persantaian, guru meminta siswa sepenuhnya
bersantai agar bebas dari ketegangan.
e) Langkah
kelima : guru melaksanakan wawancara dan bertukar pikiran dengan siswa, dalam
kesempatan ini siswa berpendapat tentang proses pengajaran.
Peranan Guru Dalam Proses Pembelajaran
Hubungan guru siswa
tergolog pada struktur tinggi. Hal ini terjadi pada saat guru menghilangkan
kegelisahan, kekecewaan. Sebagai ilustrasi siswa diminta tenang dalam
menghadapi ujian.
Pendukung Keberhasilan Belajar
Pendukung keberhasilan
berupa lingkungan sekitar yang cukup luas,nyaman, tertib, tenang, dan
bersuasana santai. Perilaku guru sendriri bernada lunak, berlahan-lahan, dengan
suara merdu dan menyanangkan.
Dampak Pengajaran dan Dampak Pengiring
Penggunaan model ini
bermanfaat dalam menumbuhkan perilaku harmonis, pengendalian emosi, dan
memelihara kesehatan jiwa. Akibat selanjutnya tumbuh kepercayaan diri untuk
pengawasan diri sendiri.
6. KEKURANGAN
DAN KELEBIHAN TEORI HUMANISTIK
Ada beberapa faktor yang
membedakan Pendekatan Humanistik dari pendekatan-pendekatan lain dalam
psikologi, termasuk penekanan pada makna subjektif, penolakan terhadap
determinisme, dan kepedulian terhadap pertumbuhan positif daripada patologi.
Sementara orang mungkin berpendapat bahwa beberapa teori psikodinamik
memberikan visi pertumbuhan yang sehat (termasuk konsep Jung individuasi), yang
lain membedakan karakteristik Pendekatan Humanistik dari setiap pendekatan lain
dalam psikologi (dan kadang-kadang menyebabkan teori dari pendekatan-pendekatan
lain untuk mengatakan Humanistik Pendekatan ini tidak ilmu sama sekali).
Kebanyakan psikolog percaya bahwa perilaku hanya dapat dipahami secara obyektif
(oleh pengamat yang netral), tetapi humanis berpendapat bahwa hasil ini dalam
menyimpulkan bahwa seorang individu tidak mampu memahami perilaku mereka
sendiri – suatu pandangan yang mereka lihat sebagai paradoks baik dan berbahaya
untuk baik kesehatan. Sebaliknya, humanis seperti Rogers berpendapat bahwa
makna pada dasarnya perilaku pribadi dan subjektif; mereka lebih jauh
berpendapat bahwa menerima ide ini tidak ilmiah, karena pada akhirnya semua
individu adalah subjektif: apa yang membuat ilmu pengetahuan tidak dapat dipercaya
bahwa para ilmuwan yang murni objektif, tetapi bahwa sifat dari kejadian yang
diamati dapat disepakati oleh berbagai pengamat (suatu proses verifikasi
intersubjektif panggilan Rogers).
Satu hal patut dicatat, jika kita ingin benar-benar memahami sifat Pendekatan
Humanistik, kita tidak
dapat mempertimbangkan dalam istilah abstrak. Sebaliknya,kita harus mempertimbangkan apakah dan
bagaimana ide-ide berhubungan dengan pengalaman kita sendiri – untuk itu adalah bagaimana
makna perilaku ini berasal.
Kelebihannya teori
Humanistik yaitu Pembelajarannya siswa harus berusaha agar lambat laun mampu
mencapai aktualisasi diri sebaik baiknya. Sedangkan kekurangan teori humanistik
yaitu Peserta didik kurang mengenal diri dan potensi potensi yang ada pada diri
mereka
KESIMPULAN
Teori humanistik adalah
Teori yang menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap diri manusia adalah unik,
memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan
menentukan perilakunya.
Tujuan belajar adalah
untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika telah
memahami lingkungan & dirinya sendiri. Teori belajar berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang perilakunya bukan sudut pandang
pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah mambantu siswa untuk
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik & membantu dalam mewujudkan
potensi- potensi yang ada pada diri mereka.
Pendekatan humanistik
juga menekan kepentingan peranan guru dalam memberi sokongan dan mengambil
berat, serta bergantung lebih kepada menerangkan sebab sesuatu perkara perlu
dilakukan dengan cara tertentu. Teori ini diamalkan didalam bilik darjah dimana
guru perlu mengambil berat terhadap murid khasnya murid tahun satu dimana
mereka memerlukan perhatian guru dan mereka masih banyak perkara yang perlu
dipelajari contohnya cara menulis nota, cara melukis gambar, cara menjawab
persoalan serta aktivitas kelompok atau aktivittas di dalam diskusi.
Bagi teori ini, guru perlu
memberi sokongan serta motivasi kepada murid kerana murid yang lemah dari segi
pelajaran kurang berminat untuk belajar. Oleh itu murid perlu dididik dengan
tegas dan prihatin kerana mereka perlu perhatian dari guru. Dari itu teori ini
bercirikan kesadaran mereka sebagai insan yang unik mempunyai potensi yang
unggul dan mereka berusaha sedaya upaya untuk mengembangkan potensi tersebut
sepenuhnya.
0 Response to "RESUME TERAPI BERPUSAT PADA KLIEN (CLIENT CENTERED THERAPY)"
Post a Comment